Berderak Kaki Menyetubuhi Bumi

Ketika matahari telanjang dan berkokok
Berderak kaki menyetubuhi bumi
Urat Nadi Merekah
Otot Kejang
Tangan kejang
Mata Belalak
Otak Berkarak
Bibir takut untuk mengembang
Lidah tergigit tiada sakit
Berderak kaki menyetubuhi bumi

Nak,
Bapakmu pergi
Mencari butir nasi
Untuk mengganjal tubuh kecilmu
Kini tinggal gigi kemuning
Ketika matahari mulai meninggi
Berderak kaki Menyetubuhi Bumi

Pak,
Usahkah pergi?
Apalagi sekadar butir nasi
Perutku ini tertempa besi
Pun dengan gigi emas ini
Janganlah Engkau pergi
Takutku engkau hanya dikencingi
Dilucuti
Ditelanjangi
Diludahi si jalanan basi
Perlukah pergi?

Ketika matahari benar-benar tinggi
Berderak kaki menyetubuhi bumi
Bapak anak bertopang mati
Menali perut
Mengikat kuat
Barangkali berisi batu kali
Menahan perut menyangga perih
Matahari terus meninggi
Mungkin lupa arah kembali

Berderak kaki menyetubuhi bumi.

Grha Sabha Pramana, Sleman, 30-3-16

Dinding Api

Dan Di Tebing berdinding api.
Aku berdiri
sendiri
diketawai langit di gigi seri.
Sementara matahari ragu, hendak ketawa tapi takut kehilangan harga diri.
Sayangnya aku masih sendiri. Merapal janji janji yang berujung buih.
Aku mencoba telanjang di bawah terik.
Dikencingi sapi, domba, dan babi sekalipun.
Sementara Pohon tersipu malu, atau pura-pura malu.
Sayangnya aku tetap sendiri. Mengulum mantra uap belaka.

Dan keropeng, muncul di muka.
Nanah meledak di dada dan paha
Bidur menjulur di ketiak dan lengan.
Sementara selakangan merah bau tahi.
Sayangnya aku masih berdiri.
Di tebing berdinding api.
Diketawai langit bergigi seri.
Sementara matahari ragu, hendak tertawa tapi takut kehilangan harga diri.

Merpati melompat setelapak tangan.
sayapnya teduh, meninggal tahi.
Awan mendung merapat menepi.
Panas airnya diludahi.
Cacing ikut mengelitiki
diterpa angin terasa batu
Jemari lentik melambai mendekati
Kugapai hilang bersembunyi.

Aku terpaksa sendiri.
Bahkan jati diri perlahan melepaskan diri.
Menengadah merapal mantra dalam buih.
di ujung tebing berdinding api.
Diketawai langit bergigi seri.
Sementara matahari ……

Yogyakarta, 28 -3-16