Sketsa Remaja dalam Labirin Teknologi

Abad 21 di sambut dengan datangya sebuah teknologi yang terus menerus berjalan ngebut hingga tak terkendali. Ilmu dan pengetahuan membawa dunia ke arah yang semakin tak terdefinisi. Dulu kita tidak mengenal besi yang bisa berjalan. Dulu orang-orang anakn mengatakan sihir terhadap setiap benda yang bergerak dengan sendirinya, gambar yang bisa bergerak, berbicara dengan besi. Namun, ilmu dan pengetahun dan teknologi telah menyihir semua ketidakmungkinan menjadi sesuatu yang nyata dan rasional. IPTEK hadir seakan menjadi sumber kekuatan yang tiada habisnya yang selalu menghasilkan temuan-temuan mendunia yang berdampak pada masyarakat luas. Bahkan bagi ekstrimis, dan kebanyakan orang liberalis lebih menuhan kan IPTEK ketimbang tuhan mereka yang sejatinya.

IPTEK lah yang menjadikan mereka kuat. IPTEKlah yang menunjukkan secara rasional bahwa kebesaran dunia itu memang berada digenggamannya. Mereka mengenesampingkan keberadaan Tuhan. Terlebih mereka yang lemah di dalam religiusitasnya.

Lantas bagaimana di Indonesia?

Sebagai negara berkembang, yang perkembanganya masih sangat bergantung dari negara-negara lain yang memegang kendali negara, keberadaan teknologi menjadikan Indoensia harus mengikuti arus IPTEK yang berkembang pesat. Pesatnya IPTEK di dunia menyeret Indonesia untuk terpengaruh dan ikut terlibat dalam mengembangian IPTEK. Indonesia memang sudah seharusnya terbuka dengan  nilai-nilai IPTEK baru yang bisa menjadikan berkembangnya negara.

Terlepas dari semua itu, dampak dari berkembangnya IPTEK di Indonesia tidak begitu berbeda dengan dunia. IPTEK yang selalu hadir dalam wujud yang menakjubkan membuat sebuah paradigma baru yang sangat membahayakan bagi pandnagan masyarakat Indonesia. Yakni adanya penuhanan terhadap IPTEK.

Mungkin di Indonesia tidak populer dengan istilah atau sebuatan bahwa masyarakat Indonesia memiliki agama baru. Namun melalui propaganda yang dilakukan oleh bangsa barat secara tidak langsung masyarakat di Indonesia mulai untuk menjadikan teknologi sebagai saandaran. Menjadikan teknologi sebagai ahli dalam berbagai hal. Seakan hidup kita tidak akan ada arti tanpa adanya IPTEK, seakan hidup kita akan sungsang jika IPTEK mati. Memang secara tersurat tidak ada yang menuliskan atau mengatakan bahwa masyarakat Indonesia mengenal kepercayaan baru. Namun melalui teknologi yang begitu intensif bersinggungan kepada kita dapat melahirkana dampak ketergantungan pada teknologi, yang pada tahap berikutnya Teknologi akan beralih fungsi menjadi jawaban di atas semua permasalahan kita. Hingga secara tidak sadar, Teknologi menjadi tuhan yang baru, tanpa kita sadari.

Realitanya, kita lihat remaja-remaja kita. Hampir tiap hari mereka bersingungan dengan teknologi. Bahkan mereka akan mati seketika ketika teknologi dipisahkan dari dirinya. Namun yang menjadi masalahnya bukan di situ. Masalahnya adalah ketika kita menggunakan teknologi tapi menghilangkan aspek agama di dalamnya. Mereka cenderung meupakan nilai-nilai agama, lupa beribadah, menghilangkan peran tuhan, ketika kita sedang bercumbu dengan yang namanya teknologi. Mereka seakan-akan budak dari teknologi itu sendiri.

Sebagai negara yang memiliki Pancasila, dengan sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”, pandangan baru terhadap IPTEK harus dikaji dengan benar. Sudah sejatinya kita menyiapkan antisipasi dalam menghadapi masalah ini. Sebagai negara yang mayoritas islam, kita harus mempertahankan nilai-nilai islam. Menanamkan nilai-nilai islam dalam setiap teknologi yang digunakan, supaya kita tidak gampang terkana arus pemikiran yang dapat merusak jatidiri bangsa. Sistem islam yang terstruktur dalam menentukan kebijakan publik yang ada di Indonesia harus dikuatkan.

Mau tidak mau, arus pemikiran yang menuhankan teknologi akan semakin kuat dan semakin gencar. Tantangan bagi bangsa Indonesia untuk bisa memfilter nilai dari teknologi yang ada di Indonesia dengan nilai-nilai islam yang berkarakter.  Tidak hanya itu, tantangan ke depan akan mejadi lebih banyak dan menjadi lebih berat. Harus ada kontribusi dan aksi nyata dari semua sektor pemerintahan dalam menanganai tantangan ini.

Dan ketika badai datang, saatnya kita berjuang bersama membawa kapal besar ini keluar dari badai ini untuk menghadapi badai yang lebih besar lagi.

Berderak Kaki Menyetubuhi Bumi

Ketika matahari telanjang dan berkokok
Berderak kaki menyetubuhi bumi
Urat Nadi Merekah
Otot Kejang
Tangan kejang
Mata Belalak
Otak Berkarak
Bibir takut untuk mengembang
Lidah tergigit tiada sakit
Berderak kaki menyetubuhi bumi

Nak,
Bapakmu pergi
Mencari butir nasi
Untuk mengganjal tubuh kecilmu
Kini tinggal gigi kemuning
Ketika matahari mulai meninggi
Berderak kaki Menyetubuhi Bumi

Pak,
Usahkah pergi?
Apalagi sekadar butir nasi
Perutku ini tertempa besi
Pun dengan gigi emas ini
Janganlah Engkau pergi
Takutku engkau hanya dikencingi
Dilucuti
Ditelanjangi
Diludahi si jalanan basi
Perlukah pergi?

Ketika matahari benar-benar tinggi
Berderak kaki menyetubuhi bumi
Bapak anak bertopang mati
Menali perut
Mengikat kuat
Barangkali berisi batu kali
Menahan perut menyangga perih
Matahari terus meninggi
Mungkin lupa arah kembali

Berderak kaki menyetubuhi bumi.

Grha Sabha Pramana, Sleman, 30-3-16

Ada Apa Dengan Hati

bersama Ustad Nizam Zulfikar- Ustdh Floren

Datanglah pasangan suami-istri di asrama nakula ini. Utad Nizam, dan Ustadzah Flo. Sejoli yang sama-sama getol mensyiarkan agama Allah ini hadir diantara kami dalam kehangatan kekeluargaan.  Tema yang dibahas pun spesial. Kita berbiacara mengenai hati. Mengenai cinta. Salah satu perasaan yang sering membuat kita terlehipnotis di dalamnya. Karena itu, kajian mengenai cinta itu hadir untuk memberikan spionase bagi kita dalam mengenali dan mengendalikan sesuatu yang diesbut dengan cinta itu.

 

Semakin bertambahnya usia kita, maka kualitas permasalahan dan ujian yang kita dapatkan pun akan meningkat pula. Untuk itu, kita perlu mengimbangi itu dengan ilmu yang memadahi. Terlebih mengenai cinta. Semakin berusia, rasa cinta akan sering muncul dalam dri kita, terlebih kebutuhan biologis kita yang juga semakin dekat membuat kita harus benar-benar bijak damalm menegelola perasaan.

 

Cinta dalam surat Ali Imron 14 “Dijadikanlah terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.”

 

Cinta merupakan anugerah dari Allah, sebagai salah satu nikmat yang membuat kita merasa nyaman, tentram dengan hati berbunga-bunga. Coba kita bayangkan jika Allah tidak pernah menyisipkan cinta pada diri kita. Jadilah kita mayat hidup. Cinta itu sebuah perasaan yang manusiawi. Setiap orang pasti pernah merasakan cinta, baik cinta terhadap keluarga, sesama manusia, sahabat, dan keagungan Allah yang lain.

 

Dalam hal ini, cinta yang berkonteks dengan lawan jenis, juga merupakan hal yang wajar dan normal. Yang jadi masalah adalah bagaimana kita menyikapi perasaan cinta tersebut. Jika kita menyikapi dengan negatif, sempurnalah kecelakaan kita. Jika kita menyikapi dengan positif, rahmat Allah akan menyertai langkah kita.

Begitu  pula dengan nafsu. Janganlah selalu nafsu itu dipandang sebagai sesuatu yang negatif. Karena nafsu juga merupakan anugerah. Coba bayangkan apa jadinya jika kita tidak ada hasrat untuk makan, untuk mencintai lawan jenis, hasrat untuk memperbaiki diri. Mungkin kita tidak bisa menjawabnya. Intinya kembali pada bagaimana kita menyikapinya.

 

Cinta yang didasari karena Allah akan membuat ketulusan cinta kita dan membawa rahmat. Memberikan cinta kita dengan sebuah pengorbanan.

Seperti cintanya Siti Hajar terhadap Ismail, anaknya. Beliau berlari dari shofa ke marwa untuk mencari air untuk Islamil yang kehausan.

 

Namun, seringkali pemaknaan cinta sering disalah artikan. Dibeberapa negara, dengan berasaskan ketulusan dan kesucian cinta, melegalkan pernikahan sesama jenis. Homo dan lesbian. Dan mengerikannya, perkembangan ini semakin tahun menjadi sebuah tren yang tidak lagi menjadi hal yang tabu. Persebaranya meluas dan cenerung cepat. Hal ini seperti halnya pada masa jahiliah.

Untuk itu kita harus snantiasa melibatkan Allah dalam setiap langkah kita, nafas kita, dan dalam setiap kegiatan yang kita lakukan. Untuk menghindakan diri dari fitnah-fitnah syaitan.

 

Menurut mereka, Cinta memiliki 6 tingkatan. Tingkat kualitas dari suatu rasa cinta. Yang pertama adalah cinta kepada Allah. Cinta kepada Rasul. Cinta kepada keluarga. Cinta kepada sesama umatb muslim. Cinta kepada semua umat manusia. Dan Cinta pada kepemilikan, seperti barang-barang yang dititipkan Allah pada kita.

 

Ada tiga tahapan ketertarikan pada dua insan. Pertama simpatik ketertarikan, kita merasa nyaman dan betah ketika melihat seseorang atau bersama seseoranh. Lalu masuk pada tingkat kedua adalah kecenderungan hati. Pada tahap ini seseorang akan berusaha untuk bisa bertemu dan bisa bersua dengan orang terkait, Dan pada tahap yang ketiga, tahap yang berbahaya, yakni ketergantungan hati.  Hati kita benar-benar akan tergantung pada orang terkait dan akan mempengaruhi psikologis kita.

Lagi-lagi kualitas iman kita harus diasah untuk bisa mengelola hati dan cinta dengan bijak dan tidak salah arah.

 

Pada prinsipnya dalam proses pernikahan, seorang muslim-muslimah, ada empat tahapan. Yang pertama adalah ta’aruf atau mengenal. Mereka melibatkan wali atau pihak lain ketika proses taaruf ini. Yang kdeua adalah Nazhar, artinya melihat calon. Pada tahap ini kit harus mengenal lebih dalam siapa pasangan kita. Bagaimana nasabnya, agamanya, perilakunya, dan berbagai hal yang perlu untuk diketahui. Tahap yang ketiga adalah khitbah atau melamar. Pada tahap ini pihak pria datang kepada wali pihak wanita untuk melakukan khitbah. Dan yang terkahir adalah pernikahan. Melalui mekanisme yang ada, pernikahan dapat dilakukan sesuai syariat agama.

 

Cinta, begitulah orang menyebutnya. Bisa membuat majikannya bahagia. Namun tidak jarang membuat empunya tersiksa. Kepada Allah lah, kita gantungkan perasaan itu sejatinya. Senantiasa Allah akan melindungi kita dan merahmati kita.

 

Dan Allah Yang lebih Mengetahui.

Dinding Api

Dan Di Tebing berdinding api.
Aku berdiri
sendiri
diketawai langit di gigi seri.
Sementara matahari ragu, hendak ketawa tapi takut kehilangan harga diri.
Sayangnya aku masih sendiri. Merapal janji janji yang berujung buih.
Aku mencoba telanjang di bawah terik.
Dikencingi sapi, domba, dan babi sekalipun.
Sementara Pohon tersipu malu, atau pura-pura malu.
Sayangnya aku tetap sendiri. Mengulum mantra uap belaka.

Dan keropeng, muncul di muka.
Nanah meledak di dada dan paha
Bidur menjulur di ketiak dan lengan.
Sementara selakangan merah bau tahi.
Sayangnya aku masih berdiri.
Di tebing berdinding api.
Diketawai langit bergigi seri.
Sementara matahari ragu, hendak tertawa tapi takut kehilangan harga diri.

Merpati melompat setelapak tangan.
sayapnya teduh, meninggal tahi.
Awan mendung merapat menepi.
Panas airnya diludahi.
Cacing ikut mengelitiki
diterpa angin terasa batu
Jemari lentik melambai mendekati
Kugapai hilang bersembunyi.

Aku terpaksa sendiri.
Bahkan jati diri perlahan melepaskan diri.
Menengadah merapal mantra dalam buih.
di ujung tebing berdinding api.
Diketawai langit bergigi seri.
Sementara matahari ……

Yogyakarta, 28 -3-16

PENDIDIKAN DAN TIANG-TIANG YANG MENYANGGANYA

 

Masyarakat Ekonomi ASEAN, atau sering juga disebut MEA sudah di depan mata. Keberadaaanya yang tinggal beberapa hari lagi harus dipersiapkan sebaik-baiknya. Namun terlalu mepet ketika baru dipersiapkan sekarang. Karena program ekonomi bebas ASEAN ini akan membawa dampak yang besar bagi perekonomian Indonesia. Siap-tidak siap, waktu akan datang dan segala tantangan akan dihadapi. Untuk itu, mengoptimalan dalam mempersiapkan kedatangan MEA ini perlu ditingkatkan.

Dari sekian banyak permasalahan yang dihadapi Indonesia dalam menyongsong MEA ini yang paling mendesak untuk dicari jalan keluarnya adalah masalah pendidikan. Lagi-lagi pendidikan. Belum selesai dengan masalah kurtilas (kurikulum 2013), sekarang kita dihadapkan dengan MEA 2015. Pendidikan di sini adalah sebagai pencetak SDM unggul yang menjadi pilot disetiap posisi di Indonesia. Melalui SDM yang unggul pastinya akan membawa Indonesia bisa bersaing dengan negara-negara ASEAN lainnya. Lebih-lebih negara negara besar lainnya.

Pendidikan di sini tidak hanya sekedar intelektualitas saja yang ditingkatkan. Namun juga karakter. Karakter sikap dan mental seorang pemimpin harus ditananmkan melalui pendidikan.  Pendidikan karakter bertujuan untuk mencetak pemimpin-pemimpin masa depan yang siap menjadi agen revolusi bangsa.  Perubahan bangsa menuju bangsa yang bermartabat dan sejahtera.

Pendidikan karakter yang digadang-gadang sebagai kunci dalam wujud revolusi mental ditanamkan dalam pendidikan dasar dan menengah. Oleh M. Nuh, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kala itu, mewujudkan konsep brilian itu dalam karya KURTILAS (kurikulum 2013). Jelas sekali ditekankan dalam kurtilas ini seorang siswa tidak hanya dituntut sebagai siswa yang handal dalam materi saja. Namun siswa bisa mengambil pemaknaan dalam setiap pelajaran. Siswa juga dituntut lebih aktif dalam pembelajaran. Aktif dalam memberikan kontribusi di kelas.

Namun baru melangkahkan beberapa jejak, kurikulum ini menghadapi banyak sekali tamparan dan sandungan dari berbagai pihak. Banyak aktivis peduli pendidikan, siswa, orang tua, juga guru merasa kurikulum ini memberatkan banyak pihak. Mereka  berpendapat bahwa kurtilas ini tidak bisa diterapkan dan aplikasinya cenderung kembali pada KTSP 2006. Guru mengabaikan aturan dan SOP kurtilas, dan kembali pada KTSP.

Apalagi setelah terplihnya Anies Baswedan sebagai Menteri Kebudayaan, dan Pendidikan Dasar dan Menengah. Seakan menjadi oase di tengah keterpurukan pendidikan di Indonesia. Beberapa terlalu berlebihan dalam manaruh harapan.

Saya melihat bahwa masyarakat terlalu gampang termakan isu publik, dan propaganda. Orang yang tidak tahu apa-apa dan tanpa dasar apa-apa dapat menjadi laksana hakim yang paling adil menuduh ini dan itu. Itu sebagian dari karakter bangsa ini yang perlu dibenahi.

Kembali pada pendidikan. Kalau saya melihat, adanya kurtilas ini memang diliar kebiasaan bangsa Indonesia. Menurut hemat saya, keberadaan kurtilas yang cenderung sistematis, padat, profesional dan proaktif tidak bisa diikuti oleh setiap elemen pendidikan dengan baik. Mereka, guru, siswa, dan wali murid, masih terlalu nyaman dengan sistem sebelumnya yang lembek.  Mereka cenderung lebih nyaman dengan kondisi yang sudah ada, tanpa mencoba menantang diri dalam hal baru, yakni dalam menjalankan kurtilas ini. Jika semua elemen menjalan setiap rule yang ada apda kurtilas ini, saya yakin pendidikan di Indonesia akan baik. Memang, beberapa point perlu beberapa penyesuaian yang tidak serta merta dapat diterima begitu saja. Seperti siswa harus lebih proaktif, selayaknya mahasiswa. Namun, waktu yang akan menggiringnya pada sebuah kebiasaan yang lambat laiun bisa diterima oleh fisik dan psikis kita.

Pada akhirnya, kurikulum hanya sebagai alat. Alat yang dibuat manusia untuk membantuk manusia-manusia cerdas yang diharapkan mampu menjadi nahkoda untuk Indonesia ke depan. Namun, sebaik apa pun kurikulumnya, setajam apa pun senjatanya, kalau dipegang oleh orang yang tidak baik, atau dituturkan oleh guru yang tidak profesional, hasilnya sama saja. Nol besar.

Salah satu masalah yang semakin deras dalam pendidikan di Indonesia adalah peran guru. Seorang guru yang digadang-gadang sebagai pahlawan tanpa tanda jasa sekarang hanyalah isapan jempol.  Semua bernilai material, Guru sekarang tidak memprioritaskan esensi dalam setiap ilmu yang disampaikan. Mereka lebih memprioritasakan jam terbang mereka, semua terpenuhi dan mereka bisa naik pangkat, gaji pun meningkat. Tidak sedikit memang yang benar-benar menjalankan peran guru sebagai mana sumpah guru manakala mereka dilantik sebagai guru. Namun di lapangan uang berbicara lebih kencang daripada kurikulum atau apa pun selainnya.

Untuk memperbaiki pendidikan, bukan dengan cara mencari bagian mana sistem yang salah, melainkan membenahi diri sendiri untuk menemukan hakikat dalam sebuah pendidikan.

Fenomena Salah Jurusan, Siapa yang Salah?

Setelah melepas statusnya sebagai siswa-siswi SMA dan sederajat, para pelajar disibukkan dalam menentukan langkah berikutnya. Sebagian pelajar meyudahi jenjang pendidikannya dan melanjutkan ke dunia kerja. Sebagian lain melanjutkan jenjang studinya di bangku kuliah. Sistem penerimaan mahasiswa di Indonesia yang sangat rumit mengharuskan calon mahasiswa untuk bersaing secara kuat demi memasuki universitas yang diinginkan.

Kenyataan di lapangan bahwa sebagian mahasiswa yang telah diterima sebagai mahasiswa mengalami salah jurusan. Hal ini dimaksud bahwa jurusan yang sudah dijalaninya tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya dia inginkan. Kejadian semacam ini kerap dialami dikalangan mahasiswa tahun pertama. Ketika mereka ditanya kenapa bisa salah jurusan, sebagian hanya mengatakan dulu mereka belum tahu perihal jurusan tersebut, ada juga yang memang mahasiswa tersebut menginginkan jurusan yang lain tapi dia terpaksa memilih jurusan apa adanya karena kemampuan intelejen yang kurang memadahi. Bahkan ada pula yang bingung alasan apa yang membuat dia mengalami salah jurusan. Pada akhirnya mahasiswa yang merasa tidak seirama dengan jurusan yang telah dijalaninya mencoba mendaftar kembali jurusan yang diinginkan menurut mereka.

Jika dikaji lebih lanjut, faktor yang melatarbelakangi seseorang menyatakan bahwa dirinya salah jurusan sangat bervariatif. Sebagian faktor terbesar adalah mahasiswa tersebut terpaksa memilih jurusan apa adanya, karena tidak diterima di jurusan yang sebenarnya dia inginkan. Sebut saja Kedokteran. Jurusan ini selalu menjadi jurusan idaman tiap tahunnya. Pekerjaan profesinya yang terlihat dan bersinggungan langsung dengan masyarakat, membuat masyarakat memandang profesi dokter merupakan profesi yang paling tinggi di dunia. Masyarakat juga sering melihat bahwa profesi dokter itu memiliki gaji yang tinggi dibanding profesi yang lainnya di masyarakat, sehingga kecenderungan publik untuk menjadi dokter menjadi semakin tinggi.

Sebagian orang awam yang hanya melihat ragam profesi yang hanya pada batas lingkungannya menganggap dokter menjadi profesi idaman. Sehingga orang tua, yang notabene sudah memiliki pengalaman lebih lama, menginginkan anaknya untuk menjadi dokter. Bahkan sebagian orang tua memaksa anaknya untuk menjadi dokter, walaupun anak tersebut tidak menginginkannya. Pemaksaan kehendak inilah menjadi faktor lain seseorang mahasiswa menyatakan dirinya salah jurusan. Pada hakikatnya perlakuan pemaksaan semacam ini membuat mahasiswa tidak 100% menjalani masa kuliahnya dengan sepenuh hati. Secara psikologis juga dapat membuat rasa percaya dirinya menurun. Memang ada beberapa yang dapat menyesuaikan dengan jurusan tersebut. Tapi, tidak sedikit mahasiswa yang akhirnya tidak semangat kuliah, enggan untuk mengerjakan tugas kuliah, karena tidak sesuai dengan passion.

Kembali pada masalah kedokteran. Kedokteran yang dianggap terpandang di masyarakat membuat semua mahsiswa ingin memasukinya. Tapi di sini ada perbedaan dengan kasus sebelumnya. Mahasiswa tersebut sebenarnya tidak menginginkan menjadi dokter, tapi karena ego mahasiswa tersebut ingin menjadi dokter. Hal ini disebabkan karena perasaan tidak puas dan kurang bersyukur mahasiswa tersebut. Mahasiswa tersebut ingin diakui masyarakat umum kecerdasannya dengan berhasilnya dia masuk di kedokteran. Dia hanya ingin dipandang hebat oleh teman, kerabat, atau oleh dirinya sendiri. Hal ini benar-benar berdampak buruk bagi mahasiswa yang bersangkutan.

Fenomena salah jurusan ini sangat berdampak pada berbagai aspek pendidikan. Mahasiswa bersangkutan pastinya tidak lagi bersungguh-sungguh dalam kuliahnya. Mahasiswa tersebut juga akan bertanya-tanya jurusan apa yang tepat untuknnya. Ujungnya mahasiswa tersebut akan terus mencari jurusan yang menurutnya tepat tanpa ada ketepatan yang pasti.

Sistem penerimaan mahasiswa baru di Indonesia yang sangat kompetitif mewajibkan calon mahasiswa untuk bertarung dengan rekan satu angkatannya, dan juga ditambah rekan- rekan dari angkatan sebelumnya yang belum diterima. Dengan ditambahnya mahasiswa salah jurusan yang mengikuti lagi seleksi penerimaan mahasiswa, menyia-nyiakan kursi yang telah tersedia dan membuang kesempatan calon mahasiswa yang sebenarnya ingin memasuki jurusan tersebut. Hal ini juga akan mengakibatkan penumpukan kursi tunggu dalam seleksi penerimaan mahasiswa baru. Jika ini terjadi terus-menerus akan berdampak pada kestabilan pendidikan di Indonesia yang mengalami ketidak-optimalan hasil lulusan dari jurusan yang ada di Inodesia

Terlepas dari semua problem yang ada, pada dasarnya permasalahan ini bermula dari SMA. Dari semenjak mereka memutuskan untuk memilih jurusan tertentu. Kurangnya wawasan mengenai dunia perkuliahan. Kurangnya wawasan mengenai ragam prodi yang ada. Mereka belum tahu dan belum memahami medan jurusan yang akan dia masuki sebelum dia memilihnya. Sehingga sebagian calon mahasiswa masih bingung dalam memilih jurusan. Kurangnya pengetahuan mengenai jurusan yang tersedia juga perlu dicatat sebagai penyebab utama terjadinya fenomena salah jurusan. Banyak calon mahasiswa, dalam hal ini siswa SMA yang masih bingung dalam memilih jurusan yang seseuai dengan dirinya. Bahkan mereka dengan mudahnya memilih jurusan karena ikut-ikutan teman dekatnya, karena pacarnya, karena universitasnya, bukan karena benar-benar jurusan yang sesuai dengan passionnya.

Pemerintah yang notabene sebagai pemegang kendali sistem pendidikan harus membuat aturan yang representatif dan dapat mengkover masalah ini. Salah satu solusi yang saya  tawarkan adalah dengan mengoptimalkan peran Badan Konseling di SMA dalam pengenalan universitas dan jurursan. Sebaiknya ada muatan atau sebuah kurikulum di Badan Konseling yang merumuskan seluk beluk berbagai jurusan yang ada. Ada pelajaran khusus yang mengkuliti perihal masalah kuliah dengan sedetail-detailnya. Pendidikan ini diberikan semenjak mereka memasuki kelas sebelas. Hal ini ditujukan agar di kala waktunya datang, siswa tidak terlalu susah dalam menentukan jurusannya. Dan diharapkan kasus salah jurusan pun tidak terjadi.

Badan konseling juga melakukan wawancara dan pendekatan intensif dengan siswa untuk mengarahkan dan membantu siswa tersebut menemukan jurusan yang sesuai dengannya. Pendekatan dengan wali siswa pun perlu dilakukan untuk menunjang keberhasilan siswa dalam menentukan jurusannya kelak.

Berbagai upaya perlu dilakukan untuk mencegah fenomena salah jurusan itu terus terjadi. Setidaknya meminimalisir kasus demikian. Hal ini bertujuan untuk mencetak lulusan yang berkualitas. Lulusan yang berkompeten dan berkarakter unggul menjadi tujuan pendidikan di universitas itu diadakan. Harapannya lulusan yang dicetak dapat membawa Indonesia menjadi lebih baik. Membawa Indonesia menjadi Indoensia yang seseungguhnya.

 

(tulisan pernah dimuat di selasar.com)

Mahasiswa Semester 8 ++

Rasa-rasanya baru kemarin sore, dateng dari kampung halaman naik angkot atau bis, pesawat, kapal, atau segala macam lainnya, untuk menyambangi Universitas yang sudah menerima kita untuk belajar di sana. Di Universitas Gadjah Mada.

Benar tidak? Baru kemarin sore kita sama-sama berbondong-bondong memenuhi lapangan Grha Sabha Pramana dengan setelan celana hitam dan kemeja putih ditambah dengan segala atribut yang membuat kita tampak unyu.

Eh, sekarang sudah di depan laptop dengan cover, “Satu Hari Menunda Skripsi, = Satu Hari Menunda Pernikahan.” Menurut saya tulisan itu terlalu menyudutkan kita sebagai mahasiswa yang independen. Karena nikah tidak begitu korelatif dengan skripsi. Banyak tuh mahasiswa yang udah nikah. Jadi let it go… let it flow..

Skripsi memang skripsi, namun jangan jadikan skripsi sebagai senajata untuk menutup diri dari segala aktivitas dan sosial kita. Karena skripsi akan indah pada waktunya.

Nah, berikut ini adalah beberapa fakta menarik tentang mahasiswa semester 8 ++
1. Mahasiswa 8 ++ sering disebut mahasiswa tua, atau mahasiswa bangkotan.
2. Paling sensitif dengan kata skripsi
3. Haram menanyakan, “Kamu kapan luulus.” pada mahasiswa 8++
4. Hobinya nongkrong di depan laptop. Entah ngegame, kepoin adek angkatan, facebookan, —>> modusnya sih nykipsi
5. Jarang Ke kampus, ke kampus kalau konsultasi doang. . . . . . yakali, kalau ngulang tetep aja ke kampus –‘

6. Mulai menerima banyak sms dari rumah, keluarga, kerabat dan tetangga, “kapan lulus, nda?”
7. Paling suka kalau diacc sama Dosen Bimbingan
8. Nggak mau dibilang ngulang, maunya pendalaman.
9. Mulai nyari-nyari bibit semester baru (*may be boys only) buat gandengan waktu wisuda.
10. Menghadiri wisuda temen angkatan menjadi sesuatu yang menyenangkan sekaligus bara api yang menyayat hati.
11. Kadang bingung bedain siang sama malam
12. kallau ngerjain di kosan bawaannya tidur, pindah ke perpus. Di perpus ngantuk. Pindah ke kos lagi.
13. pasti suka dengerin lagu “Ingatlaaaaaah.. ingat skripsimu…. Dosen pembimbing selalu menunggu….. Semngat garap skripsi, garap skripsi harus semangat. ” sebuah plesetan lagu dari menteri pekerjaan umum
14. Mulai lupa cara mandi yang baik dan benar
15. Kata revisi menjadi sesuatu yang lebih tajam dari pada pisau.
16. Kalau lagi nongkrong sama temen seangkatan biasanya ngobrolin nikah, punya anak, dan yang berbau-bau kesana

Oke,, itulah sedikit fakta unik menarik mahasiswa semester 8++.. silakan yang mau nambahi.. bisa dikomen dibawah

Titik Awal Sebuah Kekeluargaan itu Dimulai : PPSDMS / Rumah Kepemimpinan

PPSDMS angkatan 7
PPSDMS angkatan 7

“Kepemimpinan bukan soal posisi, tapi soal pengaruh dan manfaat” Itulah salah satu kalimat yang mengisi pemikiran saya dan menjadi bahan bakar saya untuk bergerak. Setelah melaksanakan serangkaan NLC yang panjang dan penuh kisah heroik-romantik dan penuh pelajran bermakna. Banyak sekali pelajaran yang bisa diambil dan dijadikan dasar-dasar kita dalam melaksanakan kehidupan agar hidup kita yang cuman sebentar ini benar-benar berkualitas.
Sebenarnya NLC bukanlah sekedar deretan acara pada 20-24 Agustus 2014.Sebelum NLC lah masa kritis dari para peserta PPSDMS. pembenihan awal kita digembleng dalam asrama mulai tanggal 4 Agustus kemarin. Minggu pertama di rumah peradaban ini kita mulai dilatih melakukan kebiasaan-kebiasaan yang berkualitas, yang nantinya kebiasaan-kebiasaan itu tertanam pada diri kita dan menjadi karakter. Tantangan pertama pada awal penyemaian karakter pada para peserta ini adalah cara mengadaptasikan diri dari kebiasaan-kebiasaan lama yang biasa dilakukan sebelum di asrama. Kegiatan-kegiatan di asrama, bagi sebagian peserta merupakan sesuatu yang baru dan menjadi tantangan mengikuti dan membuat sistem itu nyaman pada diri kita. Di sinilah peran kekeluargaan dari peserta yang menjadi kunci keberhasilan babak awal di rumah peradaban ini.
Sempat ada goncangan dari diri saya pribadi, saat tubuh dan jiwa belum bisa sepenuhnya meresonansikan diri dengan padatnya kegiatan di asrama. Namun seiring berjalannya waktu, hati ini terasa melebur bersama kehangatan yang dibangun keluarga PPSDMS yogyakarta. Karena setiap kagiatan di sini adalah bukan tanpa makna. Setiap kegiatan yang ditanamkan pada masa internalisasi ini adalah langkah awal dalam membentuk karakter seorang pemimpin.
Ketika diurut dari awal, sebenarnya saya merasa keberatan ketika tanggal 4 Agustus 2014 sudah harus kembali ke Joga dan memulai membentuk kelaurga baru. Pasalnya hari itu masih dalam masa lebaran, rasa-rasanya waktu bersama keluarga belum sepenuhnya terobati. Namun, saya mencoba mengambil ibroh dari hal ini, Pada akhirnya di sini saya menemukan dan dipersaudarakan dengan orang-orang shalih yang memiliki cita-cita mulia. Yang saling memikul dan berjuang bersama untuk Indonesia dan untuk agama.
Dimulai dengan Tahajud. Saya adalah tipe orang yang susah untuk bangun pagi buta. Jangankan untuk sholat tahajud, untuk kencing saja, kalau tidak begitu mendesak, saya lebih memilih melingkarkan tubuh dan membalut tubuh dengan kehangatan. Namun di sini kita diperadabkan untuk memelihara sunah nabi yang utama, yakni Shalat tahajud. Alhamdulillah, setelah satu bulan ini bisa menjalankan dengan baik. Meskipun terkadang masih susah untuk dibangunkan dan terkadang telat berjamaah. Dilanjutkan dengan sholat subuh dan Waktu berkah subuh. Sholat berjamaah pun harus dibiasakan, kalau bisa jamaah 5 waktu, tepat waktu. Namun beberapa kali sempat munfarid karena tiduran. Apel pagi, yang pada awalnya terasa berat. Apalah saya bisa mengikuti apel tiap pagi? Namun semua diluar dugaan, senyuman teman-temanlah yang mencabut rasa ingin tidur dari pelupuk mata. Namun semuanya kembali pada niat dan pikiran kita. Ketika kita yakin bisa dan meniatkan segala tindakan kita untuk beribadah, maka Allah akan memudahkannya. Dan ternyata itu benar.
Deep intro, inilah bagian menyenangkan dari internalisasi. Di sini